Awalnya saya memang tertarik dengan tema diklat pada hari ini, yaitu menulis itu mudah. Ternyata memang mudah, mudah untuk ditunda, mudah untuk dilupakan, dan mudah-mudahan yang lain tidak seperti saya ini. Karena selalu ada alasan untuk menunda segala sesuatu. Semoga dengan diselenggarakannya diklat "Literasi" yang dihadiri oleh pemateri yang bernama Ustadzah Tuti tersebut menjadikan suatu gebrakan dan penopang dalam meningkatkan kualitas akademik para tenaga pendidik di SMP Al Hikmah Melathen ini. Karena, dengan adanya gerakan menulis ini, seorang guru dituntut untuk giat membaca terlebih dahulu. Semakin sering membaca maka akan semakin banyak ide-ide menulis yang muncul.
Sedikit mengintip dan mengutip karya tulis yang dihasilkan oleh senior saya Imron Rosyidi mengatakan bahwa salah satu tujuan gerakan menulis ini adalah untuk mengontrol dan mengendalikan tajamnya pisau kecanggihan tekhnologi di masa pandemi ini pada khususnya.
Meman benar, sesuai pengamatan penulis menyatakan bahwa kemajuan tekhnologi yang kerap digadang-gadang sangat membantu dalam proses belajar-mengajar di masa pandemi ini ternyata telah berdampak besar dalam menggempur pondasi moral para kaum remaja khususnya. Semua lini dituntut untuk mampu mengoperasikan gawai multifungsional tersebut sebagai syarat utama dalam mengikuti proses pembelajaran. Sejalan dengan itu, studi pemanfaatan teknologi sebagai sebuah media pembelajaran utama di masa pandemi ini justru menolak studi bahaya penggunaan hp bagi anak remaja. Jelas hal tersebut merupakan sebuah stimulus baru bagi pemikir masa depan bangsa.
Tragisnya, salah satu buah dari kejamnya tekhnologi di masa pandemi ini adalah semakin meningkatnya angka kekerasan seksual. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya kasus yang terjadi di Lampung yang menjelaskan bahwa berdasarkan data Lembaga Advokasi Perempuan dan Anak, Damar Lampung, jumlah kekerasan seksual pornografi dan ITE selama rentang masa tanggap darurat virus corona tercatat semakin meningkat.
Selain itu, pergumulan para kaum pelajar di tempat-tempat ramai seperti coffe free wifi juga semakin melonjak. Dalihnya, tekhnologi tidak dapat difungsikan tanpa adanya jaringan internet yang mulus. Tentu hal ini menjadi satu bilik alasan yang akan dimanfaatkan oleh segerombol kaum pelajar yang memang pada dasarnya sudah tidak maksimal terkontrol oleh orang tuanya. Teringat betul dawuh Romo Yai bahwa hati-hati, alat caggih ini (HP) dapat menjadi madu dan racun, tergantung pemakainnya.
Sejalan dengan itu, pondok pesantren yang mempunyai pendidikan formal didalamnya merupakan sebuah formasi tepat yang dapat menjawab tantangan pada masa pandemi ini khususnya. Yang mana orang yang belajar di pondok pesantren dinamakan seorang santri. Santri identik dengan orang yang tertib dan disiplin dalam urusan beribadah. Oleh sebab itu, karena sekarang sudah menunjukkan pukul 12.30 WIB yaitu waktunya sholat berjamaah, maka tulisan ini saya berhentikan dulu sampai disini..hehehe. Karena teringat dawuh Yai diatas, kalau terlena gara-gara Gawai ini, tandanya kamu sedang kecanduan. Ayuk Sholat dulu.
#Selalu ada alasan untuk menunda sesuatu