Selasa, 15 September 2020

GAWAI BERDURI

 


Awalnya saya memang tertarik dengan tema diklat pada hari ini, yaitu menulis itu mudah. Ternyata memang mudah, mudah untuk ditunda, mudah untuk dilupakan, dan mudah-mudahan yang lain tidak seperti saya ini. Karena selalu ada alasan untuk menunda segala sesuatu. Semoga dengan diselenggarakannya diklat "Literasi" yang dihadiri oleh pemateri yang bernama Ustadzah Tuti tersebut menjadikan suatu gebrakan dan penopang dalam meningkatkan kualitas akademik para tenaga pendidik di SMP Al Hikmah Melathen ini. Karena, dengan adanya gerakan menulis ini, seorang guru dituntut untuk giat membaca terlebih dahulu. Semakin sering membaca maka akan semakin banyak ide-ide menulis yang muncul. 

Sedikit mengintip dan mengutip karya tulis yang dihasilkan oleh senior saya Imron Rosyidi mengatakan bahwa salah satu tujuan gerakan menulis ini adalah untuk mengontrol dan mengendalikan tajamnya pisau kecanggihan tekhnologi di masa pandemi ini pada khususnya. 

Meman benar, sesuai pengamatan penulis menyatakan bahwa kemajuan tekhnologi yang kerap digadang-gadang sangat membantu dalam proses belajar-mengajar di masa pandemi ini ternyata telah berdampak besar dalam menggempur pondasi moral para kaum remaja khususnya. Semua lini dituntut untuk mampu mengoperasikan gawai multifungsional tersebut sebagai syarat utama dalam mengikuti proses pembelajaran. Sejalan dengan itu, studi pemanfaatan teknologi sebagai  sebuah media pembelajaran utama di masa pandemi ini justru menolak studi bahaya penggunaan hp bagi anak remaja. Jelas hal tersebut merupakan sebuah stimulus baru bagi pemikir masa depan bangsa.

Tragisnya, salah satu buah dari kejamnya tekhnologi di masa pandemi ini adalah semakin meningkatnya angka kekerasan seksual. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya kasus yang terjadi di Lampung yang menjelaskan bahwa berdasarkan data Lembaga Advokasi Perempuan dan Anak, Damar Lampung, jumlah kekerasan seksual pornografi dan ITE selama rentang masa tanggap darurat virus corona tercatat semakin meningkat.

Selain itu, pergumulan para kaum pelajar di tempat-tempat ramai seperti coffe free wifi  juga semakin melonjak. Dalihnya, tekhnologi tidak dapat difungsikan tanpa adanya jaringan internet yang mulus. Tentu hal ini menjadi satu bilik alasan yang akan dimanfaatkan oleh segerombol kaum pelajar yang memang pada dasarnya sudah tidak maksimal terkontrol oleh orang tuanya. Teringat betul dawuh Romo Yai bahwa hati-hati, alat caggih ini (HP) dapat menjadi madu dan racun, tergantung pemakainnya.

Sejalan dengan itu, pondok pesantren yang mempunyai pendidikan formal didalamnya merupakan sebuah formasi tepat yang dapat menjawab tantangan pada masa pandemi ini khususnya. Yang mana orang yang belajar di pondok pesantren dinamakan seorang santri. Santri identik dengan orang yang tertib dan disiplin dalam urusan beribadah. Oleh sebab itu, karena sekarang sudah menunjukkan pukul 12.30 WIB yaitu waktunya sholat berjamaah, maka tulisan ini saya berhentikan dulu sampai disini..hehehe. Karena teringat dawuh Yai diatas, kalau terlena gara-gara Gawai ini, tandanya kamu sedang kecanduan. Ayuk Sholat dulu.


#Selalu ada alasan untuk menunda sesuatu

Selasa, 02 Juni 2020

DASI DAN GINCU

Dunia ini sangatlah mempesona, wajahnya cantik, baunya harum, tubuhnya indah, rayuannya pun mematikan. Dengan uang segudang membuat hati senang dan tenang, jabatan menjadikan hidup nyaman, kekayaanlah yang saya idamkan (berteriak dalam kebodohan).

    Tepat setelah lulus MA, saya di utus oleh orang tua untuk menyelam di lautan ilmu, yaitu pondok pesantren dan kampus. Motor tua pun akan segera kami pinang, sebagai alat transportasi saya dalam mencari Ilmu. Saat itu umur saya masih sekitar 18 tahun lebih sedikit, ya namanya anak muda pasti gejolak sifat gengsi masih tinggi. Semuanya harus mewah, hp mahal, motor mahal, gaya hidup mewah dll. Sementara saya ini dilahirkan dari keluarga menengah kebawah. Kedua orang tua petani, penghasilan tidak stabil itu pasti. Meskipun kebutuhan sehari-hari tercukupi bahkan terkadang juga lebih dari cukup, akan tetapi jarang sekali mulut saya ini mengucap syukur atas semua kenikmatan yang telah diberikan Alloh kepada keluarga kami. Bagaimana saya mau bersyukur kalau uang saja tidak banyak seperti mereka-mereka  yang melimpah uang tapi juga enggan bersyukur. Padahal telah banyak kenikmatan yang telah Allah berikan selain uang, contohnya saja udara yang setiap hari saya hirup tanpa harus membayar, dll. Sungguh sombongnya saya. Inginnya seperti yang lain, duduk di rumah tanpa harus pergi ke sawah dan bersusah payah untuk menghasilkan upah.
    Akhirnya, dengan keinginan mewah yang sulit terwujudkan, saya pun memutuskan untuk memilih jalan lain yaitu bekerja. Proses demi proses terlampaui, akhirnya saya di terima bekerja di PT. WINGSFOOD Gresik. Berangkatlah saya ke tempat tersebut tanpa meninggalkan doa restu dari kedua orang tua. Tibalah hari dimana saya harus memulai kerja untuk pertama kalinya tanpa ada dampingan keluarga dengan atmosfer baru yang sangat panas, memeras keringat tanpa henti serasa seperti kepala keluarga beristri dua. Teman kerja yang sangat variatif, pola berpikir yang beraneka ragam membuat jiwa ini semakin cinta dunia. Apakah senikmat dan sekejam ini dunia? Satu bulan terlewati, gaji pun telah saya terima. Walaupun gaji pertama ini lumayan tidak sedikit, tapi masih saja lisan ini sulit untuk bersyukur. Astaghfirullah.
    Gaya hidup baru dengan sekantong harta telah saya jalani saat itu, semakin banyak harta semakin banyak keinginan. Begitulah memang sifat manusia, uang sedikit kurang, banyakpun juga tetap masih merasa kurang. Tujuan utama saya bekerja adalah untuk membeli kuda besi/motor yang bagus, dalam artian kekinian dan gaul, sebatas hanya untuk menandingi teman-teman saya. Begitu pendek dan polos niat ini, mencari uang hanya untuk bersaing gengsi dengan tetangga, saling iri, saling beradu jabatan duniawi, begitu serakahnya saya saat itu. Menengadahkan kedua tangan untuk berdoa hanya ketika susah dan butuh saja, sementara disaat kehidupan sudah nyaman lalu enggan untuk berdoa. Ampunilah hamba-Mu ini Ya Robbi.
    Tepat satu tahun saya bekerja, keinginan untuk membeli motor yang katanya gaul pada zamannya telah tercapai, karena memang kontrak janji saya dengan orang tua hanya bekerja satu tahun. Alhamdulillah, sedikit demi sedikit sudah mulai belajar bersyukur, padahal bersyukur tidak harus menunggu ketika saat bahagia saja. Bahkan disaat bahagia pun saya jarang untuk bersyukur, karena saya sering lupa akan tafakkur keagungan dan nikmat-nikmat Alloh yang telah saya rasakan.
    Waktu terus berputar, status santri dan gelar sarjanapun telah saya genggam. Mulai saat inilah saya merasa berdiri di persimpangan dua arah, yaitu jalur bekerja dan menganggur. Sebagai seorang sarjana pendidikan, paling tidak saya harus menjadi seorang guru. Yang tergores didalam pikiran saya masih saja uang dan uang. Saya membayangkan andaikan saja saya menjadi guru, bahkan telah menjadi ASN maka hidup saya akan tentram dengan upah yang dihasilkan dari hal tersebut. Namun disisi lain, desas-desus orang-orang mulia yang sering saya dengar adalah bahwa "jangan sekali-kali kamu menjual ilmumu hanya karena harta" . Kalimat itu sangat membingungkan posisi saya yang begitu lemah, bodoh, dan pendek dalam berpikir, bagaimana saya bisa mendaki keluar dari gelapnya lembah kalimat tersebut. Jadi guru salah, kalau tidak jadi guru ya tidak dapat upah, perasaan cemas semakin merongrong seluruh tubuh.   
    Saya sedikit teringat bahwa didalam fiqih itu ada yang namanya ujroh, dan ujroh tersebut tidak lepas dari yang namanya jasa atas pekerjaan yang telah dilakukan. Begitu pula seorang guru, dalam koredor ini guru tidak termasuk menjual ilmu dan boleh menerima imbalan atas perbuatan yang diketahui dan dari tenaga yang diketahui. Bagaimanapun juga, seorang guru juga membutuhkan penunjang kehidupan mereka dan orang-orang yang berada dalam tanggungannya.
    Mengutip dawuh Imam Ghozali tentang definisi dunia, dengan keterbatasan ingatan  dan pemahaman saya belaiu berkata dalam kitabnya kurang lebih bahwa definisi dunia adalah segala hal yang tidak ditujukan atau bertujuan untuk akhirat. Meskipun tampaknya perbuatan akhirat namun ternyata tujuannya adalah dunia, maka hal tersebut termasuk dunia, begitupun sebaliknya. Sekali lagi niatlah yang perlu kita kelola, saya membeli motor bukan ternasuk cinta dunia apabila niat saya membelinya adalah untuk sarana mencari ilmu. saya mencintai seorang wanita cantik itu dunia, tapi kalau niatnya untuk kehidupan di akhirat, maka cinta wanita termasuk akhirat. Saya menghafalkan Al Qur'an nampaknya perbuatan akhirat, tapi kalau tujuannya hanya untuk mencari beasiswa misalnya maka hal tersebut termasuk dunia.
    Oleh karena itu, saya harus belajar menata niat agar semua hal yang nampaknya duniawi dapat bernilai ibadah dan dijauhkan dari hal-hal yang nampaknya ibadah ternyata hanya bermaksud dunia. Mohon maaf atas kedangkalan pemahaman saya.
See you Next Time

Minggu, 17 Mei 2020

Ibtidaiyah

Pasti ada kata pertama kali dalam setiap hal. Lama sudah diri ini terbelenggu rasa malas untuk memulai. Sementara waktu tidak akan menunggu siapapun, hanya ada dua pilihan yaitu dipendam atau diungkapkan. Selamat berjumpa kembali menulis, tepat hari ini Minggu, 17 Mei 2020 adalah Hari Buku Nasional. Bolehkan sejenak untuk mengucap “Selamat Hari Buku Nasional”? tapi jujur akhirnya timbul satu pertanyaan, apakah juga ada kata-kata selamat hari kitab kuning sedunia? kok selama ini saya belum pernah mendengarnya. Padahal kitab kuning juga termasuk buku, ada pengarangnya dan juga di pelajari oleh kalangan pelajar. Apalagi kalau saat bulan Ramadhan seperti ini, kajian kitab kuning diselenggarakan dimana-mana baik melalui media online ataupun offline. 
Berbicara lebih dalam, memang ada perbedaan antara kitab kuning dan buku biasa, diantaranya kitab kuning di tulis sudah ratusan tahun silam, dan istimewanya lagi adalah para pengarangnya sama sekali tidak meminta ujroh (upah) sedikitpun kecuali untaian doa dari para pencari ilmu. Semoga dengan peringatan Hari Buku Nasional ini, kita juga mempunyai niat untuk memperingati jasa-jasa para Mushonnif (pengarang) kitab-kitab salaf. Beliau sangat ikhlas dalam berbagi ilmu dengan kita yang begitu lemah dengan kebodohan ini. Semoga kita semua mendapatkan barokah ilmu beliau-beliau para pengarang kitab dan para penulis buku-buku saat ini. Amin.

Senin, 30 Desember 2019

INOVASI TAK KUNJUNG REALISASI

Liburan  telah sampai pada penghujung hari. Rencana dan inovasi yang tak kunjung terealisasi. Katanya liburan nyatanya malah lemburan. Tergambar tujuan wahana wisata di layar kaca hp, namun pada akhirnya hanya secangkir kopi dan selinting Surya yang membuat bahagia. Begitu irit liburanku.
     Senin, 30 Desember 2019 sore menjelang malam, dimana diri merasa ambigu dengan segala kondisi. Sebenarnya apa ta'rif dari liburan? Apakah kebebasan bertindak ataukah justru keterpurukan? Okelah, saya seduh dulu kopi hangat ini.
Oh iya, saya teringat bahwa hari ini adalah hari wafatnya Bapak Presiden RI ke-4. Figur Ulama' yang telah masyhur di penjuru Dunia. Bapak pluralisme dunia sebutannya. Teringat sekali ucapan beliau "gitu aja kok repot". Kalau di fikir-fikir memang kata-kata tersebut sangat cocok dilontarkan sebagai guyonan dalam kondisi apapun. Salah satunya adalah kondisi untuk mengisi liburan tanpa sebuah perjalanan ini. Oke lah, sedikit terobati dengan kata-kata tersebut.

     Gus Dur, beliau memang hebat. Ilmu agama di kuasai, ilmu Umum pun juga tuntas di arungi. Tak heran jika waktu itu beliau menjadi seorang pemimpin Bangsa yang bertubi-tubi menerima hujatan dan sanggahan dari berbagai kalangan. Semua agama beliau rangkul, sampai-sampai saat wafatnya pun berjuta-juta orang non Islam ikut merasa kehilangan. Sikap toleransi beliau sangatlah tinggi. Kemajemukan masyarakat sangat beliau sadari. Islam yang merangkul bukanlah Islam yang memukul. Ke arifan dan kebijaksanaan beliau sangat patut untuk saya renungkan sore ini.
     Tidak ada jabatan di dunia ini yang perlu di perjuangkan mati-matian, dawuh beliau ini sangat mendalam. Sungguh penuh makna Gus tutur katamu. Sangat ironis keadaan sekarang Gus, berebut kursi jabatan sudah menjadi tontonan biasa zaman sekarang. Gencatan senjata berupa uang demi mendapatkan jabatan tidak jarang kita temui. Lebih mementingkan jabatan dari pada kemaslahatan. Kapan kami mendapatkan sosok sepertimu lagi Gus? Semoga kami tercatat sebagai santrimu Gus. Amin.
      Demi memaukan kualitas diri memang membutuhkan sosok figur idaman. Dalam menjalani proses tholabul 'ilmi kerap sekali muncul problematika. Salah satunya malas. Romo Yai sering dawuh, kadang beras kadang ketan, kadang waras kadang edan. Ya memang begitulah keadaan saya. Ketika rasa malas sudah merasuk ke dalam tubuh, maka di situlah fikiran mulai off. Berfikir sulit, tumpul berkarya, tak ada inovasi. Itulah sebabnya Abi juga pernah dawuh, jangan sampai otak ini di biarkan untuk sama sekali tidak memikirkan sesuatu. Nggeh Abi, saya sedang berusaha untuk bangkit mencari terobosan baru.
     Ketepatan kali ini saya masuk dalam struktur organisasi Pengurus, sejenak berfikir juga. Sebenarnya saya belum pantas menjadi sosok Pengurus, karena memang latar belakang tidak sebaik pengurus pada umumnya. Tapi apa daya, kalau memang ini menjadi tempat belajar mengembangkan diri, oke lah saya jalani. Kadang juga berfikir lucu, selain memikirkan santri, seorang pengurus juga harus memikirkan kapan rabi, hehehe.
     Loh, ternyata waktu sudah menjelang Maghrib. Suara adzan telah di kumandangkan dan saya masih duduk di warkop. Ya sudah, mungkin ini satu luapan hati di ruang liburan yang penuh dengan perencanaan. Sudah saatnya kembali ke markas besar, dimana tempat terukirnya sebuah harapan besar. Selamat kembali lagi ke Pondok para teman seperjuangan, liburan telah usai. Berikan warna yang lebih cerah lagi untuk masuk di semester 2 ini. Sebaik-baik perjalanan adalah ketika kita berjalan di jalur Tholabul'ilmi. Sopo wonge telaten, bakale panen.


Selinting Surya, Setetes kopi.
Yo ngaji, Yo ngopi, Yo ngabdi, Yo rabi, Yo Belo kiyai, Yo muji Nabi.

Minggu, 29 Desember 2019

SANTRI SEBAGAI FA'IL BUKAN MAF'UL

    Pemaknaan fa'il dan maf'ul kerap sekali terdengar di kalangan santri, bahkan kata tersebut merupakan sego jangan (materi sehari-hari) dalam roda kehidupan kami. Santri sebagai maf'ul adalah dimana santri di posisikan sebagai bahan kajian (objek) bagi orang lain, sedangkan santri sebagai fa'il adalah kedudukan santri sebagai penggagas dan pencetus. Bukan hanya menikmati hasil orang lain melainkan juga berusaha untuk satu langkah lebih maju sebagai produsen.
     Santri, iya memang ketika di lontarkan kata santri maka yang terbesit di dalam benak adalah identik dengan Pondok Pesantren. Meskipun di sisi lain terdapat perbedaan argumen mengenai definisi santri tersebut.
     Pondok Pesantren merupakan lembaga Original Islam tertua di Indonesia yang mengemban dua fungsi, yang pertama pondok pesantren berfungsi sebagai lembaga pendidikan Islam yang harus konsisten dengan gaya tradisi dan ajaran-ajarannya sebagai kontrol sosial, pengayom, dan penganut masyarakat. Di sisi lain, juga berfungsi sebagai agen Pembangunan Nasional yang menjadi tuntutan masyarakat di era globalisasi.
    Sebagai santri PP. Al Hikmah Melathen yang lahir pada sekitaran tahun 1990-2000, kami merasa tergolong sebagai generasi millenial yang memang mau tidak mau harus mengikuti arus perkembangan zaman berserta problematika dan tantangannya. Dengan kata lain, santri harus lebih berinovasi dan berkarya dalam segala bidang keilmuan. Lantas bagaimana langkahnya? Berfikir kritis, kreatif, inovatif serta memperluas wawasan keilmuan dengan tanpa menghilangkan identitas santri. Karena memang beginilah situasi sekarang, selain belajar ilmu-ilmu agama kami juga harus sedikit mahir dalam ilmu-ilmu duniawi.
     Romo Yai pernah dawuh (kurang lebih) bahwa semua pekerjaan dunia (yang bersifat baik) dapat menjadi perbuatan akhirat apabila niatnya benar, begitupun sebaliknya. Karena ilmu adalah suatu lafadz yang bersifat umum, tidak hanya melulu tentang fiqih saja. Seperti pada kaidah dalam kitab waroqot:
والعلم لفظ للعموم لم يخص # للفقه مفهوما بل الفقه اخص
Mencoba menamai: Santri dengan seribu harapan dan cita-cita
     Kerap sekali para mahasiswa menjadikan pondok pesantren sebagai objek penelitian dalam menyelesaikan tugas akhirnya. Baik hal-hal yang berkaitan dengan metode pembelajarannya, efektivitas pembelajarannya dan seterusnya. Lantas kapan kita yang gantian meneliti mereka?
     Sebenarnya saya tidak akan menulis tentang apa itu definisi pondok pesantren, santri, metode dll. Melainkan saya akan lebih menekankan kepada peran seorang santri pondok di zaman millenial.
     Pada waktu kuliah, dosen kami bernama Dr. Ngainun Nai'im, M.H.I yang mengampu mata kuliah Islam Nusantara menjelaskan bahwa kita sebagai generasi muda penerus bangsa jangan hanya puas menikmati hasil dari karya orang lain. Tapi cobalah untuk menghasilkan sebuah karya sendiri yang dapat di nikmati oleh orang lain. Perkataan tersebut tidak hanya satu kali, dua kali di ucapkan tetapi sangat sering.
     Memang membutuhkan waktu untuk merenung. Setelah mendengarkan dawuh beliau, saya lantas berfikir memang selama ini kami sering menikmati karya orang lain tanpa menciptakan sendiri. Bahkan sering sekali kita menjadi objek penelitian mereka.
     Pada intinya, kiprah pesantren dapat di lihat dari kualitas lulusannya yang memang harus eksis di tengah-tengah masyarakat dengan segala perangkat-perangkat ke ilmuan pada zaman sekarang. Karena santri tentunya sebagai icon masyarakat yang di harapkan dapat menciptakan perkembangan dan kemajuan atmosfir kehidupan ke arah yang lebih baik. Selain memikirkan kebahagiaan individu, ternyata santri juga harus berusaha bermanfaat bagi orang lain. Oleh karena itu, semangat untuk para sahabat santri.




Sedikit coretan di penghujung tahun kala hujan telah berdatangan.
Minggu, 29 Desember 2019



   
   

Jumat, 27 Desember 2019

BERTEPUK SEBELAH TANGAN (Sholawat Hadroh)

Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya dan tradisi. Para wali songo menyebarkan agama Islam di Nusantara juga melalui budaya, di antaranya adalah seni musik.
     Masih ingatkah? Bahwa Sunan Bonang memanfaatkan genre music tradisional untuk media dalam berdakwah hingga agama Islam tersebar dan berkembang di seluruh penjuru Nusantara. 
     Lambat laun jenis musik di Nusantara semakin banyak, mulai dari keroncong, hadroh, dangdut, hip hop, rock dan seterusnya.
     19 Desember 2019 merupakan hari diadakannya sebuah event menarik, yaitu festival sholawat tingkat SMP/MTs se-karesidenan Kediri di SMKN 2 TRENGGALEK. 

Pukul 10.30 WIB kami bersama rombongan group sholawat putra dan putri dari SMP Al Hikmah Melathen berangkat menuju lokasi perlombaan. Sekali lagi genre musik sangat variatif. Hadroh yang di lombakan ini bebas aliran genrenya, yang penting non electric.
     Selama 1 jam perjalanan tibalah kami di mulut gerbang SMKN 2 TRENGGALEK, panitia yang sopan, berseragam rapi pun menyambut kedatangan kami dengan penuh senyum manis dan sopan santun. Berbagai administrasi pendaftaran telah kami selesaikan. Acara perlombaan belum di mulai, di situlah terdapat sedikit waktu untuk kami berlatih lagi.
Latihan sebelum naik ke atas panggung (behind the scene)

     Pengumuman dari panitia telah di kumandangkan, bahwa perlombaan akan segera di mulai. Ternyata oh ternyata, kami lah satu-satunya genre musik yang berbeda, yaitu Al-Banjari sedangkan peserta yang lain beraliran jenis musik sholawat Al-Habsyi. Tapi tidak apa-apa lah, memang perbedaan itu indah.
     Perlombaan di mulai, tibalah giliran no. undian kami untuk menampilkan aksi di depan juri dan penonton. Yang pertama tampil dari group kami adalah group putra bernama BADI'UZ ZAMAN. Alhamdulillah wal khasil cukup memuaskan. Sorak gemuruh di sajikan oleh penonton untuk group kami.
     Selang beberapa waktu, panggilan untuk group kami putri bernama NUZULA. Kali ini juga tetap menjadi group paling beda dengan yang lainnya, seluruh personilnya adalah putri semua. Selain mereka pintar membuat sambal, tapi ternyata jagoan juga dalam hal seni musik. Alhamdulillah hasilnya pun tampil memuaskan.
Foto-foto di Alun-alun Trenggalek setelah perlombaan selesai
Kalah menang sudah biasa dalam suatu perlombaan, alhamdulillah dua group kami salah satunya menyabet juara 1 yang di harapkan. Tanpa merasa minder, ternyata mereka lebih geram lagi untuk giat berlatih pada event-event perlombaan selanjutnya.
     Perjuangan tidak akan pernah mengkhianati hasil, mindset is do'a ternyata benar. Semakin sengsara kita berlatih maka akan semakin bahagia dalam memetik hasilnya. Selamat berjuang kawan-kawan.
         Pepatah Jawa mengatakan bahwa padi itu semakin tua semakin merunduk. Begitupun kita, tetaplah rendah hati dan tidak sombong. Sukses untuk kalian...

ASPIRASI MASYARAKAT

         Kamis 26 September 2019 adalah hari pembahasan dan penentuan sekolah lanjutan SMP Al Hikmah Melathen. Gedung BLK Al Hikmah adalah saksi bisu kegiatan rapat malam itu. Rapat di hadiri oleh Romo Yai Hadi Muhammad Mahfudz sebagai pengasuh Pondok, dan juga di hadiri oleh beliau-beliau senior saya para guru-guru madrasah dan memang waktu itu saya adalah peserta rapat termuda.
Rapat gabungan Pengurus Yayasan, Pengurus Pondok, dan Pengurus SMP AHM yang di pimpin langsung oleh Pengasuh Pondok Al Hikmah Melathen (KH. HADI MUHAMMAD MAHFUDZ)
         Minder sudah pasti, begitu rapat di buka suasana menjadi hening, aroma harum, dan suhu sangat sejuk (karena memang AC nya besar dan masih baru). Acara demi acara telah terlaksana dan tibalah pada poin pembahasan penentuan sekolah lanjutan. Romo Yai dawuh bahwa hal ini merupakan tampungan dari aspirasi masyarakat sekitar khususnya wali santri yang putra-putrinya memang di sekolah kan dan di pondokkan di sini. Mengapa saya mengajak untuk merundingkan hal ini bersama-sama, karena supaya keputusan ini bukan  hasil dari keputusan pribadi saya. Yang penting apapun nanti hasilnya, paling tidak kita sudah menindak lanjuti dan melayani apa yang telah menjadi aspirasi masyarakat, dan perlu di ingat bahwa hal ini adalah dalam rangka menghabiskan sisa umur untuk amal yang bermanfaat (dawuh Romo Yai).
         Memang benar dan sangat benar, wali santri khususnya dan masyarakat sekitar pada umumnya sangat menginginkan putra-putrinya menjadi anak sholih sholihah yang mempunyai life skill dan ilmu yang tinggi, barokah, dan bermanfaat yang di sajikan melalui akhlaqul karimah. Mengingat hiruk pikuk yang telah terjadi di luar, tidak jarang kita temukan kasus demi kasus tersebar. Ironisnya para pelaku berasal dari anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah. Bukan sepenuhnya anaknya yang salah, melainkan peran orang tua pun sangat berpengaruh.
         Akhir keputusan dari rapat tersebut adalah resmi akan di selenggarakannya pedidikan lanjutan yaitu Madrasah Aliyah, dengan harapan kelak para santri SMP AHM yang telah mengenyam pendidikan di Pondok ini dapat meneruskan pendidikannya baik formal maupun madrasah tanpa keluar dari lingkaran pondok. Harapan dan do'a telah kami panjatkan bersama langsung di pimpin oleh Romo Yai. Semoga apa yang telah menjadi keputusan ini adalah langkah terbaik bagi kemajuan pendidikan di Pondok Pesantren ini dan dapat mencetak generasi yang berilmu, beramal dan bertaqwa yang di bekali dengan skill-skill khusus dalam menghadapi derasnya arus globalisasi.
         

GAWAI BERDURI

  Awalnya saya memang tertarik dengan tema diklat pada hari ini, yaitu menulis itu mudah. Ternyata memang mudah, mudah untuk ditunda, mudah ...